LANDASAN KEBERADAAN ILMU, ONTOLOGI DAN METAFISIKA
A. LATAR BELAKANG
Ontologi secara ringkas membahas realitas atau suatu entitas dengan apa adanya. Pembahasan mengenai ontologi berarti membahas kebenaran suatu fakta. Untuk mendapatkan kebenaran itu, ontologi memerlukan proses bagaimana realitas tersebut dapat diakui kebenarannya. Untuk itu proses tersebut memerlukan dasar pola berfikir, dan pola berfikir didasarkan pada bagaimana ilmu pengetahuan digunakan sebagai dasar pembahasan realitas.
Menurut Hornby (1974), filsafat adalah suatu sistem pemikiran yang terbentuk dari pencarian pengetahuan tentang watak dan makna tentang eksistensi atau hakekat keberadaan. Filsafat dapat juga diartikan sebagai sistem keyakinan umum yang terbentuk dari kajian dan pengetahuan tentang asas-asas yang menimbulkan, mengendalikan atau menjelaskan fakta dan kejadian.
Ilmu merupakan kegiatan untuk mencari pengetahuan dengan jalan melakukan pengamatan atau pun penelitian, kemudian peneliti atau pengamat tersebut berusaha membuat penjelasan mengenai hasil pengamatan atau penelitiannya. Dari hasil pengamatan/penelitian ini akan dihasilkan teori dan dapat pula pengamatan/penelitian ini pula ditujukan untuk menguji teori yang ada. Dengan demikian, ilmu merupakan suatu kegiatan yang sifatnya operasional. Jadi terdapat runtut yang jelas dari mana suatu ilmu pengetahuan berasal.
Karena sifat yang operasional tersebut, ilmu pengetahuan tidak menempatkan diri dengan mengambil bagian dalam pengkajian hal-hal normatif. Ilmu pengetahuan hanya membahas segala sisi yang sifatnya positif semata. Hal-hal yang bekaitan dengan kaedah, norma atau aspek normatif lainnya tidak dapat menjadi bagian dari lingkup ilmu pengetahuan. Dengan demikian, agama sebagai misal, karena sifat normatifnya yang mutlak dan mengandung kebenaran yang tidak bisa dipertentangkan, bukan bagian dari ilmu pengetahuan.
Filsafat tidak terlepas dari kehidupan kita, karena kehidupan ini merupakan sebuah perjalanan hidup. Banyak diajukan pertanyaan mengenai asal dan tujuannya. Pada hakekatnya filsafat lahir karena banyak orang mempertanyakan asal-usul kehidupan ini. Hidup adalah pencarian, suatu pencarian yang abadi, sebuah proyek yang tidak dapat digenggam sepenuhnya. Metafisika merupakan salah satu cara untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan yang muncul serta menjelaskan dahaga intelektual manusia. Filsafat sebagai pengetahuan yang sistematis termasuk metafisika yang bertolak dari rasa heran dan rasa ingin tahu (curiousity). Dari keheranan dan rasa ingin tahu inilah manusia banyak mempertanyakan tentang “Siapakah aku?”, “Dari mana asalku?”,”Apa arti hidup ini?”, “Apa makna dunia di sekitarku?”, dan pertanyaan-pertanyaan lainnya. Aristoteles mengatakan bahwa berfilsafat dimulai dari rasa heran dan juga mau memahami serta mau mempelajarinya. Oleh karena itu dalam makalah ini kami akan mejelaskan beberapa hal mengenai Ontologi ilmu, suatu analisis filsafat tentang kenyataan dan keberadaan yang berkaitan dengan hakikat “ada”. Dan juga salah satu cara untuk mempelajari filsafat dengan cara “metafisika”.
Ilmu merupakan kegiatan untuk mencari pengetahuan dengan jalan melakukan pengamatan atau pun penelitian, kemudian peneliti atau pengamat tersebut berusaha membuat penjelasan mengenai hasil pengamatan atau penelitiannya. Dari hasil pengamatan/penelitian ini akan dihasilkan teori dan dapat pula pengamatan/penelitian ini pula ditujukan untuk menguji teori yang ada. Dengan demikian, ilmu merupakan suatu kegiatan yang sifatnya operasional. Jadi terdapat runtut yang jelas dari mana suatu ilmu pengetahuan berasal.
Karena sifat yang operasional tersebut, ilmu pengetahuan tidak menempatkan diri dengan mengambil bagian dalam pengkajian hal-hal normatif. Ilmu pengetahuan hanya membahas segala sisi yang sifatnya positif semata. Hal-hal yang bekaitan dengan kaedah, norma atau aspek normatif lainnya tidak dapat menjadi bagian dari lingkup ilmu pengetahuan. Dengan demikian, agama sebagai misal, karena sifat normatifnya yang mutlak dan mengandung kebenaran yang tidak bisa dipertentangkan, bukan bagian dari ilmu pengetahuan.
Filsafat tidak terlepas dari kehidupan kita, karena kehidupan ini merupakan sebuah perjalanan hidup. Banyak diajukan pertanyaan mengenai asal dan tujuannya. Pada hakekatnya filsafat lahir karena banyak orang mempertanyakan asal-usul kehidupan ini. Hidup adalah pencarian, suatu pencarian yang abadi, sebuah proyek yang tidak dapat digenggam sepenuhnya. Metafisika merupakan salah satu cara untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan yang muncul serta menjelaskan dahaga intelektual manusia. Filsafat sebagai pengetahuan yang sistematis termasuk metafisika yang bertolak dari rasa heran dan rasa ingin tahu (curiousity). Dari keheranan dan rasa ingin tahu inilah manusia banyak mempertanyakan tentang “Siapakah aku?”, “Dari mana asalku?”,”Apa arti hidup ini?”, “Apa makna dunia di sekitarku?”, dan pertanyaan-pertanyaan lainnya. Aristoteles mengatakan bahwa berfilsafat dimulai dari rasa heran dan juga mau memahami serta mau mempelajarinya. Oleh karena itu dalam makalah ini kami akan mejelaskan beberapa hal mengenai Ontologi ilmu, suatu analisis filsafat tentang kenyataan dan keberadaan yang berkaitan dengan hakikat “ada”. Dan juga salah satu cara untuk mempelajari filsafat dengan cara “metafisika”.
B. ONTOLOGI
Ontologi merupakan cabang filsafat yang mempelajari atau membicarakan mengenai segala sesuatu yang “Ada”. Dengan kaitannya dengan ilmu, landasan ontologi mempertanyakan tentang objek apa yang ditelaah ilmu? Bagaimana wujud yang hakiki dari objek tersebut? Bagaimana hubungan antara objek tadi dengan daya tangkap manusia(seperti berpikir,merasa dan mengindra) yang membuahkan pengetahuan?.(Jujun s.Suriasumantri,1985,hlm.34) Pembicaraan tentang Ontologi berkisar pada persoalan bagaimanakah kita menerangkan tentang hakekat dari segala sesuatu yang ada? Perbincangan tentang hakekat berarti tentang kenyataan yang sebenarnya, bukanlah kenyataan semu ataupun kenyataan yang mudah berubah-ubah.
Para filosof terutama era klasik dan pertengahan berbicara mengenai pengertian apa itu Ontologi? Secara etimologi, Ontologi berasal dari kata Yunani, On=being, dan Logos=logic. Sehingga Ontologi dapat dipahami sebagai ilmu yang membahas tentang yang ada, yang tidak terikat oleh satu perwujudan tertentu. Ia berusaha mencari inti dari setiap kenyataan. (Muhajir, 2001: hlm. 57) .
Bagi Sidi Gazalba Ontologi adalah dasar dari Filsafat yang membahas tentnag sifat dan keadaan terakhir dari suatu kenyataan. Sebab itulah Ontologi disebut pula sebagai ilmu hakikat. Sementara itu, Amtsal Bakhtiar menyimpulkan bahwa Ontologi tidak lain adalah “Ilmu yang membahas tentang hakikat yang ada, yang merupakan ultimate reality baik yang berbentuk jasmani/konkret maupun rohani/abstrak” (Bakhtiar, 2009: hlm.134) .
Secara ontologis ilmu membatasi lingkup penelaahan keilmuannya hanya pada daerah-daerah yang berada dalam jangkauan pengalaman manusia. Objek penelaahan yang berada dalam batas pra-pengalaman dan pasca-pengalaman diserahkan ilmu kepada pengetahuan lain. Ilmu hanya merupakan salah satu pengetahuan dari sekian pengetahuan yang mencoba menelaah tentang kehidupan yang ada dan mensyaratkan adanya verifikasi secara empiris dalam proses penemuan dan penyusunan pernyataan yang bersifat benar secara ilmiah. (Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, 1984/1985,hlm.88). Dalam kaitannya dengan kaidah moral bahwa dalam menetapkan objek penelaahan, kegiatan keilmuan tidak boleh melakukan upaya yang bersifat mengubah kodrat manusia, merendahkan martabat manusia, dan mencampuri permasalahan kehidupan. Disamping itu, secara ontologis ilmu bersifat netral terhadap nilai-nilai yang bersifat dognatik dalam menafsirkan hakikat realitas sebab ilmu merupakan upaya manusia untuk mempelajari alam sebagaimana adanya.
Dalam perbincangannya, seringkali Ontologi dihubungkan dengan Metafisika, yakni cabang ilmu dalam filsafat yang berbicara mengenai keberadaa (being) dan eksistensi (existence). Untuk memperjelas keberadaan keduanya, Christian Wolf, sebagaimana dikutip oleh Rizal Mustansyir, membagi Metafisika menjadi dua, yakni Metafisika Umum atau Ontologi yang membahas tentang hal “Ada” (being) dan Metafisika khusus yaitu Psikologi (bicara hakikat manusia), Kosmologi (bicara asal-usul semesta) dan Teologi (bicara keberadaan Tuhan). (Mustansyir dan Munir, 2009: hlm. 12)
Para filosof terutama era klasik dan pertengahan berbicara mengenai pengertian apa itu Ontologi? Secara etimologi, Ontologi berasal dari kata Yunani, On=being, dan Logos=logic. Sehingga Ontologi dapat dipahami sebagai ilmu yang membahas tentang yang ada, yang tidak terikat oleh satu perwujudan tertentu. Ia berusaha mencari inti dari setiap kenyataan. (Muhajir, 2001: hlm. 57)
Bagi Sidi Gazalba Ontologi adalah dasar dari Filsafat yang membahas tentnag sifat dan keadaan terakhir dari suatu kenyataan. Sebab itulah Ontologi disebut pula sebagai ilmu hakikat. Sementara itu, Amtsal Bakhtiar menyimpulkan bahwa Ontologi tidak lain adalah “Ilmu yang membahas tentang hakikat yang ada, yang merupakan ultimate reality baik yang berbentuk jasmani/konkret maupun rohani/abstrak” (Bakhtiar, 2009: hlm.134)
Secara ontologis ilmu membatasi lingkup penelaahan keilmuannya hanya pada daerah-daerah yang berada dalam jangkauan pengalaman manusia. Objek penelaahan yang berada dalam batas pra-pengalaman dan pasca-pengalaman diserahkan ilmu kepada pengetahuan lain. Ilmu hanya merupakan salah satu pengetahuan dari sekian pengetahuan yang mencoba menelaah tentang kehidupan yang ada dan mensyaratkan adanya verifikasi secara empiris dalam proses penemuan dan penyusunan pernyataan yang bersifat benar secara ilmiah. (Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, 1984/1985,hlm.88). Dalam kaitannya dengan kaidah moral bahwa dalam menetapkan objek penelaahan, kegiatan keilmuan tidak boleh melakukan upaya yang bersifat mengubah kodrat manusia, merendahkan martabat manusia, dan mencampuri permasalahan kehidupan. Disamping itu, secara ontologis ilmu bersifat netral terhadap nilai-nilai yang bersifat dognatik dalam menafsirkan hakikat realitas sebab ilmu merupakan upaya manusia untuk mempelajari alam sebagaimana adanya.
Dalam perbincangannya, seringkali Ontologi dihubungkan dengan Metafisika, yakni cabang ilmu dalam filsafat yang berbicara mengenai keberadaa (being) dan eksistensi (existence). Untuk memperjelas keberadaan keduanya, Christian Wolf, sebagaimana dikutip oleh Rizal Mustansyir, membagi Metafisika menjadi dua, yakni Metafisika Umum atau Ontologi yang membahas tentang hal “Ada” (being) dan Metafisika khusus yaitu Psikologi (bicara hakikat manusia), Kosmologi (bicara asal-usul semesta) dan Teologi (bicara keberadaan Tuhan). (Mustansyir dan Munir, 2009: hlm. 12)
Pemikiran Ontologi (Metafisika Umum) yang berkisar pada hakikat dari yang Ada, telah mengelompokkan para filosof dalam beberapa kelompok, di antaranya :
a. Monisme: aliran yang mempercayai bahwa hakikat dari segala sesuatu yang ada adalah satu saja, baik yang asa itu berupa materi maupun ruhani yang menjadi sumber dominan dari yang lainnya. Para filosof pra-Socrates seperti Thales, Demokritos, dan Anaximander termasuk dalam kelompok Monisme, selain juga Plato dan Aristoteles. Sementara filosof Modern seperti I. Kant dan Hegel adalah penerus kelompok Monisme, terutama pada pandangan Idealisme mereka.
Ontologi merupakan salah satu diantara lapangan-lapangan penyelidikan filsafat yang paling kuno. Pertama kali diperkenalkan oleh filosof Yunani bernama Thales atas pernungannya terhadap air yang terdapat dimana-mana, dan sampai pada kesimpulan bahwa “air merupakan substabsi terdalam yang merupakan asal mula dari segala sesuatu”. Yang penting bagi kita bukanlah mengenai kesimpulannya tersebut melainkan pendiriannya bahwa mungkin segala sesuatu berasal dari satu substansi saja.
b. Dualisme: kelompok ini meyakini sumber asal segala sesuatu terdiri dari dua hakikat, yaitu materi(jasad) dan jasmani(spiritual). Kedua macam hakikat itu masing-masing bebas dan berdiri sendiri, sama-sama abadi dam azali. Perhubungan antara keduanya itulah yang menciptakan kehidupan dalam alam ini. Contoh yang paling jelas tentang adanya kerja sama kedua hakikat ini ialah dalam diri manusia.
Descartes adalah contoh filosof Dualis dengan istilah dunia kesadaran (ruhani) dan dunia ruang (kebendaan). Aristoteles menamakan kedua hakikat itu sebagai materi dan forma (bentuk yang berupa rohani saja). Umumnya manusia dengan mudah menerima prinsip dualisme ini, karenaa kenyataan lahir dapat segera ditangkap panca indera kita, sedangkan kenyataan batin dapt segera diakui adanya dengan akal dan perasaan hidup.
a. Monisme: aliran yang mempercayai bahwa hakikat dari segala sesuatu yang ada adalah satu saja, baik yang asa itu berupa materi maupun ruhani yang menjadi sumber dominan dari yang lainnya. Para filosof pra-Socrates seperti Thales, Demokritos, dan Anaximander termasuk dalam kelompok Monisme, selain juga Plato dan Aristoteles. Sementara filosof Modern seperti I. Kant dan Hegel adalah penerus kelompok Monisme, terutama pada pandangan Idealisme mereka.
Ontologi merupakan salah satu diantara lapangan-lapangan penyelidikan filsafat yang paling kuno. Pertama kali diperkenalkan oleh filosof Yunani bernama Thales atas pernungannya terhadap air yang terdapat dimana-mana, dan sampai pada kesimpulan bahwa “air merupakan substabsi terdalam yang merupakan asal mula dari segala sesuatu”. Yang penting bagi kita bukanlah mengenai kesimpulannya tersebut melainkan pendiriannya bahwa mungkin segala sesuatu berasal dari satu substansi saja.
b. Dualisme: kelompok ini meyakini sumber asal segala sesuatu terdiri dari dua hakikat, yaitu materi(jasad) dan jasmani(spiritual). Kedua macam hakikat itu masing-masing bebas dan berdiri sendiri, sama-sama abadi dam azali. Perhubungan antara keduanya itulah yang menciptakan kehidupan dalam alam ini. Contoh yang paling jelas tentang adanya kerja sama kedua hakikat ini ialah dalam diri manusia.
Descartes adalah contoh filosof Dualis dengan istilah dunia kesadaran (ruhani) dan dunia ruang (kebendaan). Aristoteles menamakan kedua hakikat itu sebagai materi dan forma (bentuk yang berupa rohani saja). Umumnya manusia dengan mudah menerima prinsip dualisme ini, karenaa kenyataan lahir dapat segera ditangkap panca indera kita, sedangkan kenyataan batin dapt segera diakui adanya dengan akal dan perasaan hidup.
3. c. Materialisme : aliran ini menganggap bahwa yang ada hanyalah materi dan bahwa segala sesuatu yang lainnya yang kita sebut jiwa atau roh tidaklah merupakan suatu kenyataan yang berdiri sendiri. Menurut pahan materialisme bahwa jiwa atau roh itu hanyalah merupakan proses gerakan kebendaan dengan salah satu cara tertentu.
Materialisme terkadang disamakan orang dengan naturalisme. Namun sebenarnya terdapat perbedaan antara keduanya. Naturalisme merupakan aliran filsafat yang menganggap bahwa alam saja yang ada, yang lainnya di luar alam tidak ada. (Tuhan yang di luar alam tidak ada). Sedangkan yang dimaksud alam (natural) disana ialah segala-galanya meliputi benda dan roh. Sebaliknya materialisme menganggap roh adalah kejadian dari benda, jadi tidak sama nilainya dengan benda.
Filsafat Yunani yang pertama kali muncul juga berdasarkan materialisme, mereka disebut filsafat alam (natuur filosofie). Mereka menyelidiki asal-usul kejadian alam ini pada unsur-unsur kebendaan yang pertama. Thales (625-545 s.M) menganggap bahwa unsur asal itu air. Anaximandros (610-545 s.M) menganggap bahwa unsur asal itu apeiron yakni suatu unsur yang tak terbatas. Anaximenes (585-528 s.M) menganggap bahwa unsur asal itu udara. Dan tokoh yang terkenal dari aliran ini adalah Demokritos (460-360 s.M) menggap bahwa hakikat alam ini merupakan atom-atom yang banyak jumlahnya tak dapat dihitung dan sangat halus. Atom-atom itulah yang menjadi asal kejadian peristiwa alam. Pada Demokritos inilah tampak pendapt materialisme klasik yang lebih tegas.
4. d. Idealisme : idealisme merupakan lawan dari materialisme yang juga dinamakan spiritualisme. Aliran menganggap bahwa hakikat kenyataan yang beraneka warna itu semua berasal dari roh (sukma) atau yang sejenis dengan itu. Intinya sesuatu yang tidak berbentuk dan yang tidak menempati ruang. Menurut aliran ini materi atau zat itu hanyalah suatu jenis dari pada penjelmaan roh. Alasan yang terpenting dari aliran ini adalah “manusia menganggap roh lebih berharga, lebih tinggi nilainya dari materi bagi kehidupan manusia. Roh dianggap sebagai hakikat yang sebenarnya, sehingga materi hanyalah badannya, bayngan atau penjelmaan saja.
5. e. Agnostisisme: pada intinya Agnostisisme adalah paham yang mengingkari bahwa manusia mampu mengetahui hakikat yang ada baik yang berupa materi ataupun yang ruhani. Aliran ini juga menolak pengetahuan manusia tentang hal yang transenden. Contoh paham Agnostisisme adalah para filosof Eksistensialisme, seperti Jean Paul Sartre yang juga seorang Ateis. Sartre menyatakan tidak ada hakikat ada (being) manusia, tetapi yang ada adalah keberadaan (on being)-nya. (Bakhtiar, 2009: hlm. 135-48).
C. METAFISIKA
1. Pengertian Metafisika
Metafisika berasal dari bahasa Yunani meta yang berarti selain, sesudah atau sebaliknya. Dan fisika berati alam nyata. Jadi metafisika merupakan “ilmu yang menyelidiki hakikat di balik alam nyata ini”( teori tentang ada (tentang hakikat keberadaan zat, tentang hakikat serta pikiran serta kaitan antara zat dan pikiran).
Atau ada fersi lain mengatakan bahwa metafisika berasal dari istilh “ta meta ta physyca/ that which comes after physics, … the study of nature in general” yang arinya yang mengikuti fisika atau yang hadir setelah fisika-studi umum mengenai alam. Metafisika dapat dikatakan sebuah usaha sistematis, reflektif dalam mencari hal yang ada di belakang hal-hal yang fisik dan bersifat partikular atau kebendaan. Sehingga metafisika merupakan ilmu mengenai yang ada yang bersifat universal.
Metafisika juga diartika sebagai usaha untuk merumuskan suatu sistem pemikiran-pemikiran umum yang bersifat koheren, logis dan pasti atas dasar mana setiap unsur pengalaman dapat diterangkan.
Ø Koheren : pemikiran atau gagasan sentral yang saling berkaitan
Ø Logis :sistem yang seluruhnya bersifat konsisten,tunduk pada hukum-hukum penalaran dan bersifat rasio
Ø Pasti : berlaku secara universal atau umum
Tujuan dari metafisika sendiri adalah untuk mengkoordinasikan ungkapan-ungkapan pengalaman manusia dewasa ini, dalam perbincangan umum, dalam lembaga-lembaga sosial, kegiatan-kegiatan, prinsip-prinsip yang mendasari macam-macam ilmu dengan mencoba menerangi unsur-unsur selaras dan membujuk hal-hal yang tidak sesuai satu sama lain.
Persoalannya adalah menyelidiki hakikat dari segala sesuatun yang berasal dari alam nyata dengan tidak terbatas pada apa yang dapat ditangka oleh panca indera saja.
Ilmu metafisika sering disebut juga ontologi yaitu ilmu hakikat atau ilmu tentang yang ada. Ontologi menurut A.R. Lacey, ontologi berarti ‘” a central part of metaphisics” (bagian sentral dari metafisika) sedangkan metafisika diartikan sebagai that which comes after physics, … the study of nature in general (hal yang hadir setelah fisika, … studi umum mengenai alam)
Pembahasan ontologi terkait dengan pembahasan mengenai metafisika. Mengapa ontologi terkait dengan metafisika? Ontologi membahas hakikat yang “ada”, metafisika menjawab pertanyaan apakah hakikat kenyataan ini sebenar-benarnya? Pada suatu pembahasan, metafisika merupakan bagian dari ontologi, tetapi pada pembahasan lain, ontologi merupakan salah satu dimensi saja dari metafisika. Karena itu, metafisika dan ontologi merupakan dua hal yang saling terkait.
Bidang metafisika merupakan tempat berpijak dari setiap pemikiran filsafati, termasuk pemikiran ilmiah. Metafisika berusaha menggagas jawaban tentang apakah alam ini. Terdapat Beberapa penafsiran yang diberikan manusia mengenai alam ini (Jujun, 2005).
Bidang metafisika merupakan tempat berpijak dari setiap pemikiran filsafati, termasuk pemikiran ilmiah. Metafisika berusaha menggagas jawaban tentang apakah alam ini. Terdapat Beberapa penafsiran yang diberikan manusia mengenai alam ini (Jujun, 2005).
2. Aliran Metafisika
Berkut ini merupakan bagan dari beberapa aliran metafisika :
Kuantitas(jumlah)
: pembagian metafisika berdasarkan jumlah unsur pokok segala hal yang ada, yang terdiri atas :
a. Momoisme : aliran yang mengemukakan unsur pokok segala yang ada ini adalah satu
b. Dualisme : aliran yang berpendirian unsur pokok segala yang ada ini dua yaitu materi dan rohani
c. Pluralisme : aliran yang berpendapat unsur pokok hakikat yang ada ini adalah banyak( air,udara,api,dan tanah) kelompok ini berpandangan bahwa hakikat kenyataan ditentukan oleh kenyataan yang jamak/berubah-ubah. Filosof Klasik, Empedokles, adalah tokoh Pluralis yang mengatakan bahwa kenyataan tersusun oleh banyak unsur (tanah, air, api, dan udara). Tokoh Pragmatisme, William James juga seorang Pluralis yang berpendapat karena pengalaman kita selalu berubah-ubah, maka tidak ada kebenaran hakiki kecuali kebenaran-kebenaran yang selalu diperbarui oleh kebenaran selanjutnya.
v Kualitas
a. Tetap
Ø Spiritualisme : aliran yang berendapat hakikat itu bersifat roh
Ø Materialisme : aliran yang berpendirian hakikat itu bersifat materi
b. Kejadian
Ø Mekanisme : aliran yang berkeyakinan bahwa kejadian di dunia ini berlaku/terjadi dengan sendirinya menurut hukum causalitas atau sebab-akibat.
Ø Teologi : aliran yang berkeyakinan bahw kejadian yang satu berhubungan dengan kejadian yang lain, bukan dari hukum sebab-akibat melainkan semata-mata oleh tujuan yang sama.
Ø Determinisme : aliran yang berkeyakinan bahwa kemauan manusia itu tidak merdeka dalam mengambil keputusan-keputusan yang penting, tetapi sudah terpasti lebih dahulu
Ø Indeterminisme : aliran yang berpendirian bahwa manusia itu bebas dalam arti yang seluas-luasnya.
D. KESIMPULAN
Dari pembahasan diatas dapat kita simpulkan bahwa :
Ø Ontologi merupakan cabang filsafat yang mempelajari tentang yang “ada”.
Ø Metafisika meruakan hipotesis kerja untuk memberi pandangan yang bersifat sintesis dan menyeluruh atas realitas.
Ø Aliran dalam Metafisika :
· Monoisme
· Dualisme
· Pluralisme
· Idealisme
· Materialisme
· Agnostisisme
E. Daftar Pustaka
ANSHARI,ENDANG SAIFUDDIN.H,M.A.1987. Ilmu,Filsafat dan Agama. Bandung:PT Bina Ilmu Surabaya.
BAGUS,LORENS.1991.Metafisika. Jakarta:gramedia pustaka Utama.
SURAJIYO,Drs. Filsafat Ilmu dan perkembangannya di Indonesia.2007.Jakarta:PT Bumi Aksara.
Dr. SUDARMINTA,J.1991.Filsafat Proses.Yogyakarta:Kanisius.
ZAENAL ABIDIN BAGIR,LIEK WILARDJO,ARQOM KUSWANJONO,MOHAMAD YUSUF.2006. Ilmu, Etika dan Agama.Jogjakarya:PT LkiS Pelangi Aksara.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar